Tinggal di desa dan memiliki rumah terpencil jauh dari tetangga membuat saya hanya memiliki dua teman main saja saat saya kecil.
Ia, teman sekolah madrasah di mana kami berangkat bersama-sama setiap siang untuk menuntut ilmu agama. Saat itu, mungkin umur saya sekitar enam atau tujuh tahun, sedangkan ia satu atau dua tahun lebih tua.
Kami berdua berjalan beberapa kilo melewati pematang sawah untuk belajar mengenal huruf-huruf hijaiyah. Saat ia tidak datang ke rumah, entah karena alasan apa, saya tidak pergi. Madrasah tempat saya belajar lumayan jauh mungkin saya takut di jalan atau karena saya merasa malu datang sendiri.
Satu teman lagi adalah teman mengaji. Setiap sore saya datang ke rumahnya untuk belajar membaca iqro.
Pada hari minggu, ketika libur sekolah, saya terkadang menghabiskan hari di rumahnya atau ketika hari cerah, kami pergi ke kebun mencari jambu, menghabiskan siang hari yang panas bertengger di atas pohon jambu.
Di lain waktu, kami mengumpulkan kapulaga yang sudah matang untuk dinikmati bersama-sama.
Beberapa tahun kemudian, ketika saya menginjak kelas tiga sekolah dasar, orang tua saya membeli rumah di tempat yang lebih ramai.
Setelah saya pindah, saya menjadi jarang sekali bertemu dengan teman sekolah madrasah dan teman mengaji. Tak berselang lama, saya mendengar kabar teman mengaji pindah ke Jakarta mengikuti orang tua kandungnya. Jakarta, rasanya begitu jauh.
Mungkin itulah saat pertama kali saya merasa kehilangan teman.
Namun, rasa kehilangan itu tidak berlangsung lama karena di tempat baru, saya bertemu orang-orang baru.
Setiap hari, selalu ada teman yang datang mengajak bermain memainkan berbagai macam permainan tradisional; bermain gambar, karet, loncat tinggi, petak umpat, dan permainan lainnya yang membuat kepindahan saya terasa sangat menyenangkan.
Ketika menginjak kelas enam, salah satu tetangga, yang sudah dianggap sebagai saudara, di mana saya menghabiskan waktu di sana mengaji setiap malam, bermain setiap hari, berkumpul menonton televisi setiap hari Minggu, memutuskan pindah rumah mendadak.
Otomatis semua anak-anaknya— teman saya bertengkar dan bermain—semuanya diajak. Teman-teman mengaji lainnya akhirnya satu persatu mencari tempat mengaji baru yang terdekat dengan rumah masing-masing, kami semua menjadi terpisah. Teman-teman saya berpencar dan sejak saat itu semuanya menjadi terasa berbeda. Saya merasa kehilangan untuk kedua kalinya.
Ketika saya menginjak kelas satu SMP, saya mendapat pengalaman bertemu teman-teman baru lagi, rasa kehilangan teman, pelan-pelan terlupakan kembali.
Teman Datang dan Pergi

Kadang, saya berpikir persahabatan yang terjalin dengan teman-teman akan bertahan seumur hidup, tetapi ternyata bagi sebagian orang kenyataannya tidak selalu seperti itu.
Kita semua bertemu orang setiap hari dan beberapa akan memilih untuk tetap dalam hidup kita sementara yang lain akan pergi karena alasan mereka sendiri yang tidak dapat kita hentikan atau kendalikan.
Alasan Teman Datang dan Pergi
1. Jarak yang Memisahkan
saya pindah atau sebaliknya. Apa pun situasinya dan alasannya, kami tidak tinggal berdekatan satu sama lain secara geografis lagi.
Ketika usia masih begitu muda dan teknologi tidak seperti sekarang ini, menjalin persahabatan jarak jauh bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Tidak ada alat komunikasi, tidak tahu bagaimana berkirim surat.
Akhirnya, jarak membuat saya tidak dapat lagi berhubungan dengan mereka saat itu. Tidak heran ketika ada aplikasi media sosial milik Kang Zuck yang pertama dicari adalah para teman lama 😀
2. Perbedaan Gaya Hidup
Biasanya, kita berteman dengan orang-orang yang terasa “cocok” atau nyaman, baik itu di sekolah, di tempat kerja, maupun berteman dengan tetangga.
Ketika di tingkat sekolah menengah pertama atau lanjutan, biasanya hubungan persahabatan ini terlihat dalam sebuah grup berbeda-beda atau geng-gengan. Si A gengnya siapa, si B gengnya siapa tergantung dengan orang-orang mana mereka merasa cocok.
Kami berjanji untuk terus bersama, bahkan kalau bisa sampai kuliah pun sama-sama. Namun, kehidupan berkembang, kami secara alami tumbuh dan berkembang.
Teman yang tadinya setiap hari bersama, memiliki rencana lain, melanjutkan kuliah di tempat berbeda atau sebaliknya, memilih menikah muda atau bekerja.
Kebersamaan yang kemarin terjalin hangat akhirnya mulai memudar dikarenakan kini cara pandang akan sesuatu seolah tidak lagi sama. Akhirnya, rasa nyaman pun berkurang, ikatan persahabatan pun pelan-pelan memudar.
3. Kita atau Teman Memiliki Status Baru
Sang teman kini memiliki pacar dan ia memilih menghabiskan banyak waktu bersama pacarnya dan kita menjadi prioritas kedua; atau kita sendiri menikah, lalu disibukkan dengan urusan rumah tangga sehingga satu sama lain tidak memiliki banyak waktu untuk hangout bareng lagi. Ditambah komunikasi yang tidak lagi seintens dahulu.
Tapi kan persahabatan seharusnya fleksibel dan dapat saling memahami? Iya, tetapi terkadang manusia memiliki ego dan ketika kita dikalahkan oleh ego, ketika kita merasa atau teman merasa selalu ada di urutan kedua maka memungkinkan bagi kita atau dia mencari support system dari orang berbeda yang dirasa akan membuatnya lebih nyaman. Ketika pemahaman tidak lagi dijaga dengan baik, ikatan persahabatan rasanya tidak lagi menarik.
Saat ini, kita hidup di era di mana komunikasi dilakukan dari jarak jauh pun bisa. Teknologi saat ini memungkinkan kita untuk berteman dengan orang-orang yang tidak lagi hanya sekampus atau setempat kerja, tetapi kita bisa menjalin pertemanan dengan orang-orang dari seluruh Indonesia bahkan dunia. Ini luar biasa. Berawal dari aplikasi Akang Zuck, kita dapat merasakan seperti inilah level pertemanan kita.
Baca juga: Kenangan Bersama Ummi dan Aa
Lima Level Pertemanan

1. Orang Asing
Awalnya kita tidak mengenal sama sekali atau orang asing. Mungkin hanya tahu sebatas nama atau pekerjaan karena sering melihat atau mutual friend di media sosial atau karena berada dalam satu group belajar di aplikasi hijau, tetapi belum pernah saling menyapa. Namun, ketika kita merasa ada yang unik dari orang ini, lalu kita mulai mendekati dengan memulai menyapa.
2. Kenalan
Tahap kedua, kita mulai saling berkenalan karena bertemu dan dikenalkan oleh seorang teman, misal, atau karena seringnya berada di grup yang sama sehingga merasa, “Eh, Mbak, ketemu lagi kita.” Dalam tahap ini bertegur sapa pun kita masih dalam tahap sopan.
Menurut peneliti Friendship and Peer Relation Savin-Williams dan Berndt, terkadang, orang menjadi kenalan selama bertahun-tahun tanpa pernah mengembangkan persahabatan.
Jadi, hanya sebatas kenalan saja, seperti di zaman sekarang saat komunikasi serba daring kita hanya mengenal sebatas di media sosial saja.
Kenalan kemudian akan berkembang menjadi teman hanya ketika kita mulai makin dekat, sering mengobrol atau sering menghabiskan waktu bersama seperti sering kopdar, misalnya.
3. Berteman
Dalam tahap ini, kita mulai bersedia untuk berbagi lebih banyak tentang diri kita kepada orang ini, tetapi kita hanya menampilkan versi terbaik dari diri kita (Berndt, 2002).
Hubungan yang kita rasakan dengan mereka masih sementara sehingga kita masih menjaga jarak emosional. Kita senang mengobrol dan mungkin bertemu sesekali ketika suasana hati kita sedang baik, tetapi ketika kita sedang dalam keadaan tidak baik, kita cenderung menyembunyikannya agar tidak memberikan kesan yang tidak menyenangkan.
4. Teman Dekat
Namun, untuk berlanjut ke tahap ini kita membutuhkan waktu lama karena biasanya kita sangat berhati-hati dalam memilih dengan siapa kita dapat menceritakan apa pun yang kita rasakan tanpa ditutup-tutupi. Selanjutnya, pertemanan berkembang menjadi teman dekat. Artinya, kita sudah merasa cocok dan nyaman untuk bercerita apa saja. Kita sudan merasa saling percaya satu sama lain.
Teman dekat ini terjalin biasanya karena sering berkegiatan bersama atau ada momen-momen tertentu yang akhirnya merekatkan ikatan pertemanan. Dalam berbicara pun, dalam tahap ini, kita sudah merasa bebas, tidak di sensor-sensor lagi.
5. Teman Terbaik
Teman terbaik adalah satu-satunya orang di dunia yang paling kita percayai, orang yang selalu ada terlepas dari situasi yang kita hadapi. Orang yang kebahagiaannya sama pentingnya bagi kita seperti kebahagiaan kita sendiri.
Pernah wondering enggak, kenapa, sih, kita membutuhkan teman?

There are friends, there is family, and then there are friends that become family. Unknown
Ditinggalkan orang-orang yang kita sayangi itu tidak nyaman. Beberapa kali experienced hal yang tidak nyaman tersebut membuat saya seperti memproteksi hati supaya tidak lagi merasakan sakit kehilangan.
Sering, ketika tiba-tiba ada teman dekat yang menyatakan suka— kembali ke masa-masa remaja–saya lebih memilih memberikan mixed signal; menolak secara tegas tidak, menerima pun tidak karena tidak suka. Jadi, di php supaya tidak terlalu dekat juga tidak menjauh pergi, hihi.
Sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa hidup sendiri. Se-introver-introvernya orang, pasti ia memiliki minimal satu teman untuk dijadikan tempat bercerita ketika hidup membawanya ke tempat yang tidak ia suka; untuk dijadikan tempat berbagi keceriaan saat hatinya dipenuhi dengan bunga-bunga.
Pernah—ini pengalaman saya belum begitu lama—saya melewati hari sendirian. Benar-benar sendirian. Satu minggu. Saya tidak berbicara dengan siapa pun kecuali chat di aplikasi hijau, membahas seputar pekerjaan atau chat-chat casual. Masalahnya, ketika chat, walaupun mengobrol, mulut saya tetap tertutup tidak mengeluarkan suara. Saya tidak mengeluarkan suara selama satu pekan itu.
Di hari ketiga hingga keempat, saya masih merasa normal, di hari kelima saya mulai bernyanyi-nyanyi kecil, di hari keenam saya mulai merasa tidak normal. Di hari ketujuh, saya seperti ingin meledak, saya butuh teman untuk bercerita. Akhirnya, sehabis magrib, di hari ketujuh, saya menelepon sahabat kecil saya. Kami mengobrol selama tiga jam dan akhirnya saya merasa kembali normal, hihi.
Sekarang kita kembali ke pertanyaan: mengapa kita membutuhkan teman? Kita membutuhkan mereka karena mereka berfungsi sebagai penguat dalam hidup kita.
Mereka orang yang dapat kita percaya untuk berkeluh kesah. Mereka mendukung saat kita benar-benar membutuhkan dukungan.
Putus dari pacar, perceraian, kehilangan orang-orang yang kita sayangi, tidak peduli apa pun yang kita hadapi, bahagia, sedih, teman akan selalu ada bersama kita untuk ikut merasakan kebahagiaan atau untuk menguatkan.
Teman Menyenangkan Versi Saya

Terlepas dari teman yang datang dan pergi dalam kehidupan kita, penting bagi kita untuk menjadi pribadi yang menyenangkan agar orang-orang yang dekat dengan kita merasa nyaman.
Bersyukur dengan teknologi yang kita miliki saat ini, teman-teman yang dahulu sempat terpisah karena jarak pun kini dapat berkomunikasi dan bertemu kembali sehingga ikatan pertemanan kembali terjalin erat.
Lalu, bagaimana teman yang menyenangkan versi saya?
Bisa Menjaga Kepercayaan
Teman menyenangkan versi saya yang pertama adalah mereka yang dapat menjaga kepercayaan temannya. Ketika sang teman curhat kepadanya menceritakan masalah pribadi yang sedang dihadapi misal, artinya ia sudah benar-benar dipercaya bahwa ia bisa menyimpan baik-baik semua cerita yang dicurhatkan tersebut maka ia menyimpan curahan hati sang teman itu untuk dirinya saja.
Peduli
Ketika mereka merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan temannya, tidak bisa dihubungi atau terlihat tidak seceria biasanya, mereka tiba-tiba muncul di depan rumah, memastikan temannya baik-baik saja, apalagi sambil bawa makanan, hihi.
Mereka ada di sana walaupun tidak memberikan nasihat apa-apa. Mereka di sana hanya sekadar untuk mendengarkan sang teman bercerita. Terkadang, yang dibutuhkan oleh teman bukan nasihat, tetapi hanya telinga kita untuk mendengarkan keluh kesahnya.
Jujur
Apakah itu ngasih tahu ada cabe nyelip di gigi atau sang teman akan mengambil keputusan besar dalam hidup, mereka ada di sana untuk memberikan pendapat yang sebenarnya. Meskipun terkadang mungkin berbeda pendapat , tetapi mereka tidak menyembunyikan pandangannya, terutama jika itu demi kepentingan terbaik sang teman.
Suka Humor
Mereka tahu persis apa yang akan memicu tawa sampai perut sakit dan di antara lelucon pribadi dan pengalaman bersama, mereka tahu cara membuat sang teman ngakak. Saya sendiri enggak termasuk orang yang bisa melucu, sih, tetapi mempunyai teman yang suka humor itu sangat menyenangkan menurut saya.
Teman adalah orang yang membuat kita merasa nyaman dengan diri sendiri, yang akan menertawakan momen paling memalukan dalam hidup kita untuk membuat kita merasa lebih ringan. Mereka adalah orang-orang yang akan selalu ada untuk kita saat kita bahagia dan saat kita sangat membutuhkan dukungan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga kepercayaan mereka karena sekali kepercayaan ternoda semuanya tidak lagi sama.
Tulisan ini diikutsertakan dalam 30 Days Writing Challenge Sahabat Hosting
Suka dengan kalimat di paragraf terakhirnya 😍
Terima kasih Mbak Nia. Semoga kita dapat menjadi seorang teman yang bisa diandalkan, ya <3
Teman sejati selalu di hati ya, mba. Walau jarak memisahkan dia selalu ada untuk kita. Memberi kekuatan, saat kita down
Betul, Ms, apalagi zaman sekarang teknologi sangat memudahkan kita untuk berkomunikasi. Jadi, jarak enggak jadi masalah lagi. Kita tetap bisa terhubung dan saling mendukung walaupun jauh.
Senang ya, kalo bisa punya teman dari masa kecil yang berlangsung sampai sekarang.
Saya pernah punya sahabat waktu di TK, tapi dia pindah waktu masuk SD, dan sampai sekarang dia seolah hilang ditelan bumi. Waktu baru punya facebook sempat berusaha nyari, sayang sampai sekarang masih belum ketemu.
Tetap bersyukur karena sekarang saya punya teman-teman baru yang hebat-hebat 🙂