Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu dihadapkan dengan situasi yang berbeda-beda yang memicu reaksi emosional yang berbeda pula. Ketika dihadapkan dengan situasi yang menyenangkan, sistem limbik dalam otak kita memberikan respons positif, begitu pun sebaliknya, ketika kita dihadapkan dengan situasi yang kurang menyenangkan, sistem limbik dalam otak kita memberikan respons negatif.
“Being a positive person doesn’t mean you don’t feel negative emotions. It means you have faith in your ability to get through tough situations, hope for better days, and the willingness to see beyond the drama.”
― Leticia Rae
Seperti yang disampaikan Leticia Rae, menjadi orang yang memiliki pribadi positif bukan berarti kita tidak merasakan emosi negatif karena itu berarti kita memiliki keyakinan pada kemampuan kita untuk melewati situasi-situasi sulit, berharap untuk hari-hari yang lebih baik, dan kemauan untuk melihat lebih jauh dari drama.
Menurut Zein, Wyatt dan Grezes (2015) emosi negatif dapat membantu kita mengenali ancaman dan menurut Biswas-Diener dan Kashdan, (2014) emosi negatif dapat membuat kita merasa siap untuk secara positif menangani potensi bahaya. Sementara Pam (2013) mendefinisikan emosi negatif sebagai emosi yang tidak menyenangkan atau tidak bahagia yang ditimbulkan pada individu untuk mengekspresikan efek negatif terhadap suatu peristiwa atau orang.
Beberapa Emosi Negatif yang Sering Kita Rasakan
Beberapa emosi negatif yang sering kita rasakan sebut saja di antaranya kecemasan, kemarahan, kesedihan, stres, kesepian, putus asa, depresi, kesepian, cemburu, ragu-ragu, malu, takut, rasa bersalah, dan juga rasa iri.
Manfaat Emosi Negatif
Meskipun tidak menyenangkan untuk dialami, emosi negatif sangat diperlukan untuk kehidupan yang sehat. Kenapa? Karena dalam menjalani hidup kita harus seimbang, ada yin ada yang, ada emosi positif berarti harus ada emosi negatif.
Emosi negatif memberi kita tandingan terhadap emosi positif; tanpa negatif, apakah emosi positif masih terasa enak?
Emosi negatif melayani tujuan evolusi, mendorong kita untuk bertindak dengan cara yang meningkatkan peluang kita untuk bertahan hidup dan membantu kita tumbuh dan berkembang sebagai manusia.

Kecemasan mendorong Cara Baru untuk Mendekati Masalah dan Tantangan
Seperti saat ini, nih, saya di kejar dengan tenggat waktu menulis. Ketika saya tidak dapat me-manage emosi dengan baik, kecemasan akan muncul meguasai hati, hal tersebut kemudian mendorong saya untuk segera menyelesaikan tulisan saya agar cemas tersebut segera menghilang.
Saat kita merasa cemas, kita akan mencoba dan melakukan apa saja untuk menghilangkan kecemasan yang kita rasakan itu. Kecemasan terkait erat dengan respons ‘lawan atau lari’ kita yang memungkinkan tubuh kita menciptakan energi dengan cepat, siap beraksi.
Menurut Biswas-Diener dan Kashdan (2014) saat dihadapkan pada situasi berbahaya, kecemasan akan menguasai dan mendorong kita untuk mencari solusi dengan cepat agar dapat terhindar dari bahaya tersebut.
Kemarahan Bisa menjadi Motivator yang Kuat untuk Mencari Mediasi
Emosi berevolusi untuk membuat kita tetap aman. Kemarahan tertanam dalam kebutuhan primitif kita untuk hidup dan melindungi diri dari agresi.
Saat kita merasa ada sesuatu yang tidak pada tempatnya, kita bisa marah. Jika segala sesuatunya tidak berjalan sebagaimana mestinya dan perlu diubah, kemarahan mendorong kita untuk melakukan sesuatu dan memotivasi kita untuk menemukan solusi atas masalah kita.
Kesedihan Bisa Membantu Kita Lebih Memperhatikan Detail
Jika emosi positif menandakan bahwa semuanya baik-baik saja, emosi negatif mengingatkan kita bahwa ada tantangan atau rangsangan baru yang membutuhkan perhatian kita yang lebih terfokus (Forgas, 2014).
Kesedihan mengirimkan kepada kita peringatan bahwa ada sesuatu yang tidak benar dan meminta kita untuk mengalihkan perhatian kita pada mengapa hal ini bisa terjadi, apa yang mungkin menyebabkannya, dan apa yang perlu kita lakukan untuk memperbaikinya.
Namun, bagaimana pun, tidak ada yang suka bagaimana rasanya saat mengalami emosi negatif, semua perasaan tersebut membuat kita merasa tidak nyaman sehingga kita perlu mengekspresikan, melepaskan, atau mendetoksifikasi emosi negatif kita agar emosi tersebut tidak menumpuk dan menghalangi kita untuk menikmati masa kini, menjadi produktif, dan mencapai tujuan kita.
Ketika kita melepaskan emosi negatif, kita membebaskan ruang dan energi untuk hal-hal yang positif, sukses, dan pemenuhan hal-hal lainnya.
Lalu, bagaimana cara mendetoksifikasi emosi-emosi negatif yang menghampiri agar tidak menyakiti orang-orang yang kita cintai?
Baca juga: Tips Menulis Jurnal untuk Mental yang Lebih Sehat
Mengelola Emosi Versi Saya

Ada beberapa cara yang selama ini saya lakukan ketika emosi negatif mulai menghampiri.
- Meminta Ruang untuk Menyendiri
Ketika marah, biasanya saya akan meminta anak-anak untuk menjauh sejenak agar saya bisa bersama diri saya sendiri.
“Nak, bunda lagi marah, tolong mainnya di sana dulu, ya, daripada nanti bunda marah lagi.”
Biasanya, si kakak mengerti.
Dengan hanya bersama diri sendiri, setidaknya saya bisa meredakannya perlahan-lahan tanpa ada gangguan yang mungkin bisa memantik kembali emosi yang sedang berkobar.
Sementara si ade (3,5 tahun) biasanya hanya datang menghampiri sesekali untuk memeluk dan mengatakan, “Bunda pintar,” katanya, “jangan marah, ye, ye?” sambil mendekatkan wajahnya ke wajah saya 😀 dan itu terkadang dapat meredakan kemarahan saya juga.
- Mengambil Napas Dalam-Dalam, lalu Merebahkan Diri
Seperti apa yang Rasulullah saw. ajarkan, apabila kita marah dan kita dalam posisi berdiri, hendaknya kita duduk karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak kita mengambil posisi tidur. Biasanya, cara ini ampuh. Kemarahan saya bisa mereda dan saya bisa berpikir lebih baik.
- Tidur
Ketika saya benar-benar kacau, tak bisa menahan kesedihan, untuk supaya menjadi lebih baik biasanya saya tidur. Ketika bangun perasaan saya biasanya menjadi lebih baik.
- Melakukan Self-Hypnotherapy
Terkadang saya tidak dapat mengidentifikasi emosi yang saya rasakan. Tiba-tiba perasaan saya tidak nyaman, saya menjadi lebih melankolis dari biasanya, dan itu mengganggu kegiatan saya. Ketika perasaan ini berlangsung lama, untuk menghilangkannya saya melakukan self-hipnoteraphy.
Caranya, ketika saya memiliki kesempatan benar-benar sendiri tanpa ada yang mengganggu, saya merebahkan diri. Lalu, dengan posisi tubuh terlentang, kedua tangan di samping badan, posisi telapak tangan terbuka, dan posisi kaki sedikit direnggangkan, dan dengan mata tertutup, saya menarik napas dalam-dalam. Saya menarik napas dan mengembuskannya berulang-ulang hingga saya benar-benar merasa relaks dan tubuh terasa enteng, serta nyaman.
Dalam kondisi relaks seperti itu, kemudian saya menemui diri saya yang lain: menanyakan kabarnya, berbicara kepadanya, memeluknya, dan saya meminta maaf, lalu membiarkannya menangis beberapa saat sampai ia benar-benar merasa nyaman. Saya katakan kepadanya bahwa saya sangat menyayanginya, dan berterima kasih atas usaha apa pun yang ia lakukan.
Biasanya, saya melakukan ini selama tiga puluh menit hingga satu jam, tergantung berapa banyak tumpukan emosi yang mengendap di dalam.
Setelah itu, tak jarang saya langsung tertidur dan ketika bangun saya akan merasa jauh lebih baik, lebih sehat, dan lebih bahagia.
- Menulis
Menulis selalu membatu saya merasa lebih baik. Ketika poin 1, 3, dan 4 belum bisa saya lakukan untuk melepaskan emosi, saya akan melepaskannya ke dalam kertas. Saya tuliskan apa pun yang saat itu ada dalam pikiran dan apa yang saya rasakan sampai saya merasa nyaman.
Menerima emosi negatif, dalam diri kita sendiri dan orang lain, semua adalah bagian dari menjadi manusia memungkinkan kita untuk membangun welas asih yang lebih baik tentang bagaimana mereka menampilkan diri dan mengapa. Daripada terjebak dalam pola pikir bahwa emosi negatif perlu dihindari atau entah bagaimana ‘salah’ untuk dialami, kita perlu menerima bahwa emosi itu adalah bagian alami dari diri kita.
Begitu kita melakukannya, kita benar-benar dapat mulai mengubah cara kita menanggapinya dan mengembangkan perilaku yang bermakna dan memberi nilai pada cara kita mengekspresikan diri dan terlibat dengan orang lain.
Bagaimana cara mengelola emosi versi kamu? Share di kolom komentar, yuk.
Tulisan ini diikutsertakan dalam 30 Days Writing Challenge Sahabat Hosting